Muh. Arman. AR Saat memberikan penjelasan Materi Dok. S. Sarogdok |
Tuapeijat– Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman)
lakukan FGD mengenai Masyarakat Hukum Adat (MHA) pada Senin,
(16/10/2017) di Aula Bundo Quest House, Km. 6 Tuapeijat Kecamatan Sipora Utara,
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sesuai UU Nomor
41/1999, Pasal 67, bahwa masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya
masih ada dan di akui keberadaannya. UUD 45, dasar kontitusional, pasal 18 B
ayat (2) Negara mengakui keberadaan MHA dan hak-haknya dengan batasan,
sepanjang masih hidup, sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, dan di
atur dengan Undang-undang.
Pasal 28 I ayat (3),
menegaskan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati
selaras dengan perkembangan dan zaman dan peradaban. Sesuai keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 Tanggal 16 Mei 2013 Tentang UU 41 Tahun 1999
tentang kehutanan menetapkan bahwa, hutan berdasarkan statusnya di bedakan
menjadi hutan Negara dan hutan hak yang di bagi menjadi hutan adat atau hak
ulayat serta hutan perseorangan, kemudian hutan adat adalah hutan yang berada
dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Muhammad Arman. AR,
salah satu narasumber dari Yayasan Citra Mandiri (YCM), dalam penjelasannya
menyampaikan bagaimana kebijakan (hukum) untuk Masyarakat Adat bekerja saat
ini.
“Kalau
kita melihat rambu-rambu lalulintas ada merah, ada hijau dan kuning, meskipun banyak
arahnya namun dia tidak akan pengaruh, dan tetap terkontrol pada jalur
masing-masing, ini merupakan contoh kebijakan hukum masyarakat adat bekerja
saat ini”. Terangnya.
Selain itu ketua AMAN,
Rapot Pardomuan Simajuntak, mengatakan ada beberapa perjalanan Peraturan Daerah
(Perda) masyarakat adat.
“Pada
tahun 2014 ada dua pembahasan, NA dan Draf, serta Program Legislasi Daerah
(Prolegda) 2015, namun pada tahun 2015, tidak di agendakan pembahasannya”.
Ungkap Rapot.
Rapat tersebut di
hihadiri oleh perwakilan Bupati Mentawai, Kepala Dukcapil, Tokoh Masyarakat,
Narasumber, dari AMAN, serta undangan. (Str)
Tags
BERITA