Asal Mula Nama Pulau - Pulau di Mentawai

Daerah Kepulauan Mentawai

CERITA RAKYAT- - Dahulu, suku Mentawai masih tinggal dalam satu kampung bemama Simatalu yang kini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara. Mereka senanh’asa hidup rukun dan saling menghormah' sam sama lain. Suatu ketika, kerukunan masyarakat di kampung itu terpecah akibat ulah seorang warganya yang membuat kekacauan. 

Han' itu, tampak seorang lelaki setengah baya berjalan seorang din' menuju ke hutan untuk mencan' kayu bakar. Saat sedang asyik mengumpulkan ranting-ranting kayu yang sudah ken'ng, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon sipeu (nama buah yang terdapat di Siberut Utara). Rupanya, pohon sipeu itu sedang berbuah lebat dan mulai masak. Maka, ia pun membuat gan's lingkaran di tanah mengelilingi batang pohon itu. 

“Semoga buah pohon sipeu ini jatuh di dalam lingkaran yang ku buat ini sehingga akan menjadi milikku," gumam Ielaki setengah baya itu.

Usai berkata demikian, lelaki setengah baya itu pun pulang sambil memikul kayu bakar yang telah dikumpulkannya. Selang beberapa saat kemudian, datang pula seorang lelaki lain di tempat itu. Saat melihat garis lingkaran di bawah pohon sipeu itu, ia pun tertarik untuk membuat garis lingkaran yang lebih luas. 

“Ah, aku juga mau membuat gan's lingkaran di sini. Semoga buah sipeu ini jatuh di dalam lingkaranku, harapnya seraya meninggalkan tempat itu. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali si lelaki yang pertama kembali mendatangi tempat itu. 

Mulanya, ia merasa senang karena melihat ada sebuah sipeu yang sudah masak jatuh di garis lingkarannya. Namun, ketika hendak mengambil buah itu, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah sipeu lain yang lebih besar dan tergeletak di dalam garis lingkaran yang dibuat oleh orang lain. Pada saat itulah muncul sifat serakahnya. 

“Ah, masak aku yang lebih awal membuat garis lingkaran hanya mendapatkan buah sipeu kecil? gumamnya. “Selagi orang itu belum datang, sebaiknya aku tukar saja' buah sipeu itu.

Lelaki yang serakah itu cepat-cepat mengambil buah sipeu yang besar kemudian menaruh sipeu kecil miliknya ke dalam garis lingkaran orang lain. 

Setelah itu, ia bergegas kembali ke rumahnya dengan perasaan senang. Sepeninggal lelaki paruh baya itu, lelaki yang kedua pun tiba di tempat itu. Betapa senang hatinya saat melihat sebuah sipeu kecil tergeletak di dalam garis lingkarannya. Namun, ketika hendak mengambil buat itu, ia merasa ada sesuatu yang janggal pada tempat buah itu terjatuh. Jejak buah yang tercetak di tanah itu tidak sama dengan buah sipeu miliknya.

‘Wah, kenapa jejak buah sipeu ini jauh lebih besar dari pada buahnya?" gumam lelaki itu, ‘Pasti ada sesuatu yang tidak beres.” 

Merasa curiga, lelaki kedua itu pun segera memeriksa garis lingkaran milik orang lain. Dugaannya benar. Setelah mencocokkan jejak yang ada di garis lingkaran itu dengan buah sipeu yang dipegangnya temyata ukurannya sama persis. Dengan perasaan kecewa, ia pun membawa pulang buah sipeu itu. Setiba di rumah, ia kemudian berpikir bahwa seseorang pasti telah belaku tidak adil pada dirinya. Ia merasa telah ditipu dan tenggelam dalam perasaan resah. Tak mau berlama-Iama terhanyut dalam perasaan tertipu dan resah, maka ia pun bemiat untuk menyelidiki siapa yang telah melakukan kecurangan itu. 

“Ah, aku harus mencari tahu siapa orang yang telah menipuku itu," tekadnya. 

Keesokan harinya, lelaki yang kedua itu datang lebih pagi ke hutan. Ia kemudian memanjat pohon sipeu itu lalu mengambil dua buahnya dengan ukuran yang berbeda. Buah sipeu yang lebih besar diletakkan di garis lingkaran miliknya, sedangkan buah sipeu yang kecil diletakkan di garis lingkaran orang lain. Setelah itu, ia bersembunyi di balik semak-semak. 

Tak berapa lama kemudian, lelaki yang pertama pun datang. Dengan cepat-cepat ia kembali menukar buah sipeu kecil yang jatuh di lingkarannya dengan buah sipeu besar milik orang lain. Lelaki kedua yang menyaksikan kejadian itu pun jadi tahu bahwa orang yang telah menipunya selama ini adalah abangnya sendiri, orang sekampung di Simatalu. Karena tidak ingin terjadi pusabuat (perpecahan) di antara mereka, ia memilih mencari daerah baru untuk tempat tinggal. 

Suatu hari lelaki yang kedua beserta anak dan istrinya pergi meninggalkan kampung Simatalu. Mereka berlayar tanpa arah dan tujuan yang jelas. Setelah beberapa hari mengarungi samudera, sampailah mereka di suatu daerah yang bermuara dua. Rombongan ini singgah sejenak di daerah itu dan memeriksa keadaan sekitar. Setelah memeriksa kondisi cuaca dan iklim, ternyata daerah tersebut dianggap tidak bagus untuk dijadikan tempat tinggal. Akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan daerah itu. Namun, sebelum pergi, mereka menamakan daerah tersebut dengan nama Dua Monga (dua muara). 

Mereka akhirnya melanjutkan pelayaran hingga sampai di suatu daerah yang lain. Ketika mereka tiba di daerah itu, anjing yang mereka bawa mendahului turun. Maka, daerah itu pun mereka namai Majojok. Setelah mereka memeriksa keadaan alamnya, ternyata daerah itu tidak cocok juga ntuk dijadikan tempat tinggal. Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk mencari daerah lain.

Setelah beberapa hari berlayar, mereka sampai pada suatu daerah. Ketika hendak turun dari sampan, gelang salah seorang anggota rombongan terjatuh. Maka daerah itu mereka namakan Bele' Raksok, yang artinya gelang jatuh. Usai memeriksa keadaan di sekitamya, daerah itu juga dinilai masih belum cocok untuk dijadikan tempat tinggal. 

Rombongan pun kembali berlayar hingga sampai di sebuah daerah di Siberut Selatan. Pemandangan di sekitar daerah tersebut sungguh mempesona. Pantainya berpasir putih sehingga tampak bagus dan indah. Mereka pun menamai daerah itu Bulau Buggei, yang artinya pasir putih. Namun, setelah diteliti, ternyata daerah itu masih dianggap kurang cocok sehingga mereka pun melanjutkan pelayaran. 

Setelah beberapa han' bedayar, rombongan itu kembali berlabuh di sebuah daerah di Siberut Selatan. Oleh karena daerah itu memiliki banyak Muntei, maka mereka menamainya Muntei. Setelah diteliti, daerah itu juga tidak juga cocok dijadikan tempat untuk menetap. Akhirnya, mereka kembali meneruskan pelayaran. Di tengah perjaIanan, rombongan itu mulai dilanda rasa putus asa. 

‘Sudah banyak daerah kita kunjungi, tapi belum juga ada yang cocok untuk dijadikan tempat menetap. Ingin kembali ke Simatalu juga sudah tidak mungkin," ungkap salah seorang rombongan itu. 

"Kalau begitu, sebaiknya kita meneruskan pelayaran,” ujar seorang anggota rombongan yang lain. 

Akhirnya, mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah pulau yang banyak terdapat pohon Paddegat. Mereka pun menamai pulau itu Pulau Mapaddegat. Pulau ini kini termasuk ke dalam wilayah Sipora. Karena tempat itu tidak cocok untuk dijadikan tempat menetap, rombongan ini akhimya meneruskan pelayaran. 

Pelayaran kembali dilanjutkan hingga rombongan tiba di Tuapeijat yang masih termasuk ke dalam wilayah Sipora. Setelah diteliti, daerah itu memiliki cuaca dan iklim yang bagus sehingga mereka pun memutuskan untuk menetap di sana. Mereka mulai membangun rumah dan membuka lahan perkebunan untuk ditanami. Daerah itu terus berkembang sehingga lama-kelamaan menjadi kampung yang ramai. Hingga kini, Tuapeijat menjadi sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Sipora Utara sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai.

>>>CERITA RAKYAT MENTAWAI<<<

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama