KISAH NAMA-NAMA PULAU DI MENTAWAI

Provinsi Sumatera Barat mempunyai Kabupaten Kepulauan Mentawai, empat kelompok kepulauan yang paling utama disebut dengan nama kepulau-pulauan sebagai berikut, pulau Pagai Selatan yang berduduk sebagaian besar adalah suku Mentawai, yang kedua adalah pulau Siberut, yang ketiga pulau Sipora dan yang terakhir adalah pulau Pagai Utara.
Dan diantara empat kelompok pulau yang sudah berpenghuni tersebut terdapat pulau kecil-kecil lagi yang belum berpenghuni.

Dan sebagian dari pulau kecil-kecil yang tersebar telah mempunyai nama-nama tersendiri yang diberi nama oleh sekelompok orang-orang yang berkunjung ke pulau kecil-kecil tersebut.

Berikut ini adalah cerita rakyat yang telah melegenda dari masa ke masa di Kepulauan Mentawai.

Zaman dahulu kala suku Mentawai tinggal di suatu perkampungan yang bernama Simatalu, suatu wilayah yang terdapat di daerah Siberut utara pada zaman sekarang ini.

Hidup rukun dan selalu hidup dengan saling menghormatinya satu sama yang lain, hidup penuh damai dan selalu bergotong - royang dalam menyelesaikan segala sesuatu demi kemajuan kampung yang mereka cintai.

Namun hidup di dunia yang Fana ini tidak selalu langgeng, tentu saja ada penyebab yang menjadi masalah dalam segala tingkah laku kehidupan manusia.

Mereka kini dihadapkan kepada satu masalah yang pelit untuk dihadapinya bersama-sama, satu orang yang serakah dan tamak telah menjadi penyebab dalam kehidupan damai kampung tersebut.

Diawali kisah dari seorang lelaki berumur sudah dewasa sedang melangkahkan kakinya dengan maksud mencari kayu bakar ke dalam hutan, zaman dahulu setiap orang menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan sehari-hari.

Dan dikumpulkannya ranting-ranting dan dahan-dahan pohon yang sudah kering yang dapat dipakai untuk kayu bakar dengan rajin sekali.

Satu persatu ranting dahan kecil-kecil itu dikumpulkan lalu diikatnya dengan dengan tali bikinan yang sudah dibawanya dari rumah sang lelaki setengah baya tersebut.

Tatkala sedang asyik-asyik bekerja, matanya melihat sebuah pohon Sipeu yang berbuah banyak sekali buahnya namun buah tersebut masih mentah-mentah mungkin besok atau lusa sudah matang dan akan jatuh dari pohonnya.

Maka untuk memilikinya dia membuat lingkaran bulat dibawah pohon tersebut dengan harapan setiap buah yang jatuh didalam lingkaran bulat tersebut adalah menjadi miliknya.

"Besok aku akan datang kembali ke tempat ini untuk mengambil buah Sipeu," bisik lelaki yang sudah berumur cukup tua tersebut dengan harapan buah yang jatuh didalam lingkaran tersebut akan banyak dan besar-besar.

lalu diapun bergegas meninggalkan tempat tersebut sambil membawa satu ikat kayu bakar dipungdapnya untuk dibawa pulang kembali ke rumahnya.

Selang beberapa saat dari sepeninggalkan lelaki tadi, datang lagi seorang lelaki dan melihat lingkaran dibawah pohon Sipeu.

Dia ingin juga membuat lingkaran yang sama dibawah pohon tersebut siapa tahu diapun akan memndapatkan buah dari pohon Sipeu yang berbuah banyak namun belum pada matang tersebut, lalu sang lelaki inipun membuat lingkaran yang ukuran bulat mungkin lebih besar dari bulatan sang lelaki pertama.

"akan aku buat lingkaran bulat juga disamping lingkaran yang sudah ada, dan mudah-mudahan buah yang besar-besar jatuh didalam lingkaran yang aku bikin," dia berharap buah itu jatuh didalam lingkaran karena lingkaran yang dibuatnya lebih besar.

Lalu diapun berlalu dari tempat tersebut untuk pulang lagi kerumahnya di kampung, sama lelaki inipun membawa satu ikat besar kayu bakar untuk dibawa pulang ke rumahnya.

Dengan cepat haripun telah berganti kembali, fajar telah menyingsing di ufuk timur menerangi Cakrawala pagi nan indah.

"Mengapa bisa terjadi begini! sementara aku adalah penemu pertama buah pohon Sipeu ini dan yang pertama membuat lingkaran," bisiknya sambil matanya melihat buah Sipeu yang berada di lingkaran lain dan buah tersebut lebih besar adanya.

"Akan cepat aku tukarkan buah itu dengan kepunyaanku buah Sipeu yang kecil, sebelum orang itu datang ke tempat ini," bisiknya lagi, sifat asli tamaknya orang tersebut kelihatan kini.

Dengan cepat buah Sipeu kepunyaannya ditukar dengan buah Sipeu yang berada di tempat lain yang jelas-jelas bukan haknya.

Senyumnya tersungging dibibir orang serakah tersebut puaslah kini dia mendapatkan buah yang lebih besar dari hasil yang tidak benar dengan cara menukarkannya diluar sepengetahuan sang empunya, perbuatan demikian sama dengan mencuri saja.

Tak lama kemudian datang pula lelaki yang kedua ketempat tersebut untuk memeriksa hasil yang didapatnya dari lingkaran yang dibuatnya kemarin siang.

Dan diapun tersenyum tatkala matanya dari kejauhan sudah melihat didalam lingkaran yang dibuatnya telah terdapat satu buah Sipeu walaupun buah itu tidak besar alias kecil saja.

Dengan segera sang lelaki itu memungut buah Sipeu kecil di atas tanah dalam lingkaran yang dibuatnya, namun matanya melihat bekas jatuhan buah tersebut tercetak jelas ditanah lebih besar dari buah yang ada ditangannya sekarang.

Batinnya berpikir ada yang tidak beres dengan semua ini, lalu diapun berdiri mencari tempat jatuhan yang ada dilingkaran orang lain tersebut.

Dan ketika dia mencocokkan cetakan ditanah tempat jatuhnya buah tersebut dan jelas sudah orang yang membuat lingkaran terdahulu telah berbuat curang terhadapnya.

Betapa dia telah ditipu oleh perbuatan orang yang serakah terhadap hak miliknya tersebut dan menjadi beban pikirannya, tak terpikir olehnya mengapa orang berani berbuat tindakkan tidak terpuji demikian.

"Akan aku lihat siapa sih orang yang picik tersebut," gumannya berbisik kecil.

Hari esoknya dia telah datang ditempat itu pagi-pagi buta sekali dan segara naik keatas pohon Sipeu tersebut dan mengambil buah yang kira-kira sudah bisa dilihat matang, lalu mengambil satu buah yang kecil dan satu lagi buah yang ukuran besar.

Seperti rencananya, buah yang besar diletakkan di tempat lingkaran yang dia buat sedangkan yang kecilnya di taruh di tempat orang lain.

Setelah selesai diapun mengawasi tempat tersebut, dibalik semak belukar yang ada disekitar tempat itu untuk mengintai siapa orang picik tersebut.

Tak lama berselang dilihatnya seorang lelaki yang umurnya lebih tua dari dia datang di tempat itu dan diapun mengenali orang tersebut sebagai tetangganya satu kampung dengannya.

Benar saja sang tetangga menukarkan buah yang kecil di tempatnya dengan buah yang lebih besar yang ada di tempat bulatan lingkaran lelaki yang sedang mengintai dari balik semak belukar.

Sang lelaki yang sedang berada disemak belukar menjadi berpikir untuk pergi dari kampungnya Simatalu.

Sudah tidak ada lagi pilihan untuk menjaga perpecahan yang akan terjadi bilamana suatu hari dia akan berselisih dengan orang serakah seperti tetangganya tersebut.

"Aku hanya ingin mencari tempat tinggal di daerah baru yang lebih baik dan bertetangga dengan orang baik-baik pula," pikirnya membatin pikirannya.

Hari yang dipilihpun telah datang semua persiapan yang sudah di bawanya sang lelaki muda tersebut akhirnya bertekad untuk pergi meninggalkan kampung Simatalu mencari tempat tinggal menetap yang baru.

Seluruh sanak keluarga telah siap ikut serta dalam pelayaran mencari tempat yang lebih baik dari Simatalu, maka berkembanglah layar perahu pergi mengikuti kemana angin membawanya, tanpa tujuan yang jelas dan pasti.

Kapal layar itu membawa ke suatu tempat dimana di tempat tersebut ada dua muara sungai yang masuk kelaut, rombonganpun turun di tempat itu dan memeriksa cuaca alam yang baru ditemukan.

Namun cuaca daerah tersebut kurang bagus untuk dijadikan tempat tinggal baru keluarganya, rombonganpun berlalu dari tempat itu tetapi sebelum berangkat sang lelaki yang menjadi ketua rombongan memberikan nama tempat itu dengan sebutan Dua Monga dalam bahasa daerah yang berarti dua muara, dan sampai sekarang tempat itu dikenal dengan nama tersebut.

Dalam pelayaran selanjutnya akhirnya rombongan singgah pula di suatu tempat di pulau. Dan sebelum orang-orang dalam rombongan turun, anjing mereka telah mendahului meloncat dari kapal layar.

Cuaca alampun dengan segera diselidiki untuk memastikan tempat itu cukup baik sebagai tempat tinggal rombongan keluarga yang akan diam menetap di pulau itu.

Namun tempat itupun kayanya belum sesuai dengan harapan rombongan yang mencari tempat untuk tinggal di daerah tersebut.

Akhirnya rombongan keluarga itupun melanjutkan kembali pelayarannya dalam rangka mencari tempat tinggal baru yang layak di tempati seluruh keluarganya.

Pulau yang baru mereka temukan itu mereka beri nama Mojojok karena ketika kejadian menemukan pulau tersebut, sang anjing telah lebih dahulu keluar dari kapal layar dan menginjakkan kaki terlebih dahulu di pulau tersebut.
 
Beberapa hari setelah meninggalkan pulau Mojojok, rombongan keluarga besar yang mencari tempat untuk tinggal menetap sampai di suatu daerah.

Dan kejadian yang terjadi tatkala salah satu keluarga perempuan dari rombongan tersebut menjatuhkan gelang yang sedang dipakai seorang perempuan dari tangannya terjatuh kelantai kapal.

Dan pulau tersebut mendapat nama Bele Raksok yang berati gelang jatuh, dan untuk kesekian kalinya tempat itupun kurang cocok dengan cuaca dan lingkungan alam yang ada di sekitarnya.

Rombongan kembali pergi dari pulau Bele Raksok yang baru saja mendapatkan nama untuk pulau tersebut, kembalilah kapal layar memecah ombak dan berada di tengah lautan yang luas selama berhari-hari.

Dan pada hari berikutnya rombongan itupun sampai di daerah Siberut selatan, Ciri khas daerah tersebut terkenal dengan banyaknya Muntei.

Dengan sendirinya rombongan keluarga tersebut menyebut nama pulau tersebut dengan sebutan pulau Muntei.

Segera saja diteliti kembali tempat daerah itu apakah cocok menjadi tempat tinggal anggota keluarganya ternyata masih belum ada kecocokkan dengan tempat ini juga.

Semua anggota rombongan keluarga besar hatinya sudah mulai tidak tenang saja setelah sekian tempat yang mereka kunjungi tetapi belum satupun yang cocok dengan hati semua rombongan yang ikut dalam pengembaraan ini.

"Banyak sudah tempat yang kita singgahi tetapi tidak ada satu tempatpun yang menjadi pilihan kita semua, dan seandainya kita kembali lagi ke pulau Simatalu, kita sudah terlalu jauh berlayar," berkata salah satu anggota rombongan.

"Makanya kita harus cepat menemukan tempat yang bagus dan cocok untuk kita semua menetap, dan menjadikan kampung tersebut kampung yang makmur," berkata lagi orang yang lain dalam rombongan itu.

"Baiklah kita berlayar lagi dan pasti dengan cepat menemukan tempat yang menjadi cita-cita kita semua," berkata lelaki yang dulu paling pertama mengajak mereka semuanya.

Selang beberapa hari perjalanan mereka pun sampai di daerah yang akan menjadi tempat tinggal mereka semua yaitu pulau Tuapejat masih di wilayah Sipora.

Setelah diteliti tempat tersebut memiliki apa yang menjadi cita-cita semua anggota rombongan keluarga besar tersebut.

Iklim di daerah tersebut begitu cocok untuk pertanian dan yang ahli dalam menangkap ikan sebagai nelayan tentu saja sudah tersedia pantai yang kaya raya akan hasil laut yang melimpah ruah.

Mereka mulai membuka hutan-hutan untuk dibangunkan rumah dan lahan ladang pertanian, semua bekerja dengan giat saling bahu membahu untuk kepentingan bersama mereka.

Sampai sekarang Tuapejat menjadi daerah sebuah Desa yang berada di Kecamatan Sipora Utara sekaligus menjadi Ibu Kota dari Kabupaten kepulauan Mentawai.

Dengan demikian sang rombongan yang mencari tempat untuk menetap telah menemukan tempat yang sesuai dengan harapan hatinya dan akhirnya mereka hidup menetap di tempat tersebut.

Semua cerita di atas menuturkan cerita dari kepulauan yang menjadi cerita rakyat sampai saat ini, dan cerita asal muasalnya nama-nama pulau yang terdapat di Kabupeten kepulauan Mentawai.

Bersyukurlah dalam sebuah usaha menerima dengan tangan baik, mau besar atau kecil hasil rejeki yang kita dapatkan, akan mendapatkan ketenangan batin bagi siapapun yang menerimanya.

TOBBOU MENTAWAI

Saya merupakan salah satu pekerja keras yang hobbi menggunakan Internet

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama