PENGETAHUAN- - Dikutip dari laman detik.com, Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) yang belum lama ini direvisi, sudah berlaku. Apa
saja poin perubahan dibanding aturan sebelumnya?
Revisi tersebut resmi berlaku usai melewati 30
hari sejak disahkan menjadi UU pada 27 Oktober 2016. Dan mulai berlaku Senin
(28/11/2016) tahun lalu.
"Menurut teman-teman bagian hukum di kami,
itu berlaku per hari ini karena sudah melewati 30 hari setelah disepakati
pemeirntah dan DPR," kata Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Iza saat
dihubungi, Senin (28/11/2016).
PASANG IKLAN ANDA DI SINI
Ada beberapa perubahan di UU ITE yang baru
yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menghindari
multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3
(tiga) perubahan sebagai berikut:
a. Menambahkan
penjelasan atas istilah "mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik".
b. Menegaskan bahwa
ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa
unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama
baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Menurunkan ancaman
pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Ancaman pidana
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling
banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b. Ancaman pidana
pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling
banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
4. Melakukan
sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan
ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan
dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri
setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan
membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi
informasi;
b. Kewenangan meminta
informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi
informasi.
6. Menambahkan
ketentuan mengenai "right to be forgotten" atau "hak untuk
dilupakan" pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a. Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan
berdasarkan penetapan pengadilan
b. Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan
Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
7. Memperkuat peran
Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat
penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan
tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib
melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan
yang dilarang;
b. Pemerintah
berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara
Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar hukum. (**)
Tags
BERITA